Sinoman dan Partisipasi Pemuda pada Lingkungannya

Ada anggapan dari masyarakat bahwa ketika anak muda berkumpul pasti melakukan hal negatif. Dengan aktif di sinoman dan Karang Taruna, para pemuda hendak membuktikan bahwa mereka juga bermanfaat bagi lingkungan sekitar.

APRILIA AYU

Selasa, 30 April 2024 malam, bertempat di lantai 2 Balai Lingkungan Songgoriti, Batu, digelar pemutaran dan diskusi film Sinoman Songgoriti: Seduluran Selawase. Kegiatan ini merupakan satu rangkaian program kolaborasi Karang Taruna Kelurahan Songgokerto, FISIP Universitas Brawijaya, Southeast Asian Neighborhood Network (SEANNET), Perkumpulan Peneliti Eutenika, dan Inside Songgoriti.

Selain para pemuda Songgoriti, hadir juga dalam kegiatan itu antara lain tokoh masyarakat di lingkungan Songgoriti, perwakilan dari Kelurahan Songgokerto, perwakilan Karang Taruna se-Kota Batu, dosen dan mahasiswa Universitas Brawijaya. Heli Suyanto, Ketua Karang Taruna Kota Batu, juga turut meramaikan obrolan pasca pemutaran.

Sinoman Songgoriti

Secara umum, film Sinoman Songgoriti berisi tentang kehidupan dua tokoh kelompok sinoman Songgoriti, yakni Kabul dan Adul. Kabul merupakan “lurah”, sebutan untuk ketua sinoman. Sementara itu, Adul merupakan anggota sinoman yang aktif urun tangan di setiap hajatan di lingkungan Songgoriti.

Di sepanjang film ditunjukkan bagaimana kedua tokoh tersebut gugur gunung bersama pemuda dan warga Songgoriti yang dalam mempersiapkan kegiatan metri bumi di lingkungan Songgoriti. Kelompok Sinoman merupakan garda terdepan dalam mempersiapkan segala sarana dan prasarana agar acara dapat berjalan dengan lancar. Anggota sinoman bekerja atas dasar sukarela.

Sejak awal pemutaran film, para hadirin yang mayoritas adalah warga Songgoriti sudah tertawa melihat wajah Kabul muncul dan menceritakan riwayat kehidupannya di Songgoriti. Selama pemutaran film, para penonton tampak antusias. Beberapa kali mereka melemparkan tawa ketika melihat wajah-wajah yang mereka kenal muncul di film.

Suasana pemutaran film Sinoman Songgoriti, Seduluran Selawase. Foto oleh Anton Novenanto.

Dalam sambutan pembukaan, Ninil Yunitaningsih, Kasi Pemberdayaan dan Perekonomian Kelurahan Songgokerto, menyambut senang kegiatan ini. Dia berpesan pada anak muda Songgokerto agar bisa lebih kompak dan antusias untuk mengikuti dan menyelenggarakan kegiatan bagi anak muda.

“Pihak kelurahan inginnya anak muda ini lebih kompak. Ayo, lebih semangat untuk bikin event seperti ini,” kata Ninil.

Andhika Krisnaloka, Ketua Karang Taruna Songgokerto, membuka kegiatan dengan menyebutkan bahwa film ini adalah salah satu buah dari pelatihan bagi pemuda Songgokerto yang diselenggarakan tahun lalu. Tahun ini pelatihan akan menyasar pemuda se-Kota Batu.

“Luaran dari kegiatan ini nanti adalah buku yang berisi tulisan anak muda tentang kearifan lokal atau potensi wisata masing-masing desa. Nantinya, [buku] akan diserahkan ke Pemerintah Kota Batu sebagai aspirasi,” imbuh Andhika.

Heli Suyanto, Ketua Karang Taruna Kota Batu, mengatakan kesanggupannya untuk memfasilitasi anak muda yang membuat film dokumenter. Dia berharap para pembuat film bisa bekerja sama dengan TV desa yang sudah ada di desa-desa di Batu.

Partisipasi Pemuda

Pada sesi diskusi, Heli menyinggung posisi kelompok sinoman yang merupakan cikal bakal Karang Taruna. Dia sangat berharap kedua kelompok pemuda ini dapat bekerja sama untuk memperkuat tradisi masyarakat.

“Kalau di Bali, anak-anak muda bisa membuat canang sari, yang biasa digunakan untuk sesajen ibadah. Kalau di sini, biasanya setiap hajatan ada penjor dari daun kelapa. Seharusnya, anak-anak diajari [membuat penjor] biar ikut melestarikan tradisi,” jelas Heli. Ada harapan agar sinoman tidak hanya bermanfaat bagi lingkungannya sendiri, tapi juga bagi masyarakat luas.

Amalia Nur Andini dari FISIP Universitas Brawijaya melihat sinoman sebagai salah satu bentuk partisipasi politik. “Partisipasi politik juga mencakup partisipasi sipil. Salah satu perwujudannya ialah volunter. Sinoman Songgoriti ini juga merupakan bentuk partisipasi politik pemuda Songgoriti,” jelas Andini.

Sebagai dosen Hubungan Internasional, Andini menyinggung tentang kecenderungan mahasiswa yang meneliti fenomena gerakan pemuda di luar negeri. Padahal, di dalam negeri juga banyak gerakan anak muda, salah satunya sinoman, yang juga sedang membentuk identitas.

Seorang tokoh masyarakat Songgoriti, Rudi Koplo, yang juga pernah menjadi ketua Karang Taruna di Songgoriti, menjelaskan bahwa kata “sinoman” adalah akronim dari “sing nom-noman”. Dalam bahasa Indonesia berarti “yang muda-muda”.

Ada syarat tidak tertulis bagi anggota sinoman, yaitu status pernikahan. Sinoman hanya diperbolehkan untuk mereka yang belum menikah. Itu mengapa lurah sinoman harus diganti ketika dia sudah menikah.

Wiji Sarban, pemangku adat Songgoriti, menyampaikan pesan pada Heli yang juga adalah anggota DPRD Kota Batu tentang adanya rencana warga untuk menggelar aksi terkait pengelolaan kawasan wisata di lingkungan Songgoriti yang dirasa tidak membawa keuntungan dan hanya merugikan warga.

Menghadapi Anak Muda yang Apatis

Seorang peserta dari Desa Beji, Fabian, melontarkan keresahannya tentang semakin banyak anak muda yang apatis. Keresahan itu direspons oleh Heli.

Menurut Heli, para pemuda terlalu banyak menonton berita dan media sosial. Ada stigma yang dilekatkan pada partai-partai politik sehingga mereka enggan untuk berkontribusi secara riil. Bahkan untuk sekadar menyumbang gagasan pada pemerintah. Padahal, menurutnya, sekarang ini banyak partai yang kekurangan kader muda.

Sementara itu, Andini menyebutkan dua faktor penyebab kondisi apatis itu. Pertama, akses pada dunia politik yang masih terbatas. Informasi tentang partisipasi politik masih minim. Bahkan juga tentang kewajiban sebagai warganegara secara lebih umum. Kedua, semakin berkurangnya minat baca sejak gempuran media sosial.

Suasana diskusi bersama Amalia Nur Andini (kiri) dan Heli Suyanto (kanan). Foto oleh Anton Novenanto.

Dijumpai setelah kegiatan berakhir, dua perwakilan Karang Taruna Desa Mojorejo, Yudha dan Firly, mengatakan dinamika yang dibincangkan dalam diskusi tidak jauh berbeda dengan kondisi di desa mereka. Para pemuda di Mojorejo juga aktif dalam sinoman dan Karang Taruna.

Menurut Yudha, solidaritas anak muda muncul dari pertemuan-pertemuan informal yang terjadi secara sukarela. Firly menambahkan bahwa para pemuda ingin menyangkal stigma negatif yang kerap dilekatkan pada mereka. Ada anggapan dari masyarakat bahwa ketika anak muda berkumpul pasti melakukan hal negatif. Dengan aktif di sinoman dan Karang Taruna, mereka hendak membuktikan bahwa dari kumpul-kumpul pemuda juga bermanfaat bagi lingkungan sekitar.

Koordinator SEANNET Batu, Anton Novenanto, mengatakan bahwa acara pemutaran dan diskusi film ini merupakan satu dari rangkaian program yang idenya sudah tercetus sejak 2020 lalu. Anton yang juga adalah dosen di Departemen Sosiologi, Universitas Brawijaya, berharap kerja sama penelitian dan pengabdian masyarakat ini dapat berjalan dengan baik tidak hanya di Songgoriti, tapi juga di Batu. Tujuan akhirnya adalah meningkatkan partisipasi pemuda di sektor pariwisata. (*)


Aprilia Ayu, mahasiswa Prodi Sarjana Sosiologi, FISIP, Universitas Brawijaya; asisten peneliti SEANNET Batu, 2022-

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *