Sejauh Kumelangkah
January 20, 2021
Yang Tak Ingin Terbenam
February 18, 2021

Waktu & Tempat:

Kamis, 18 Februari 2021, 13.00-15.30 WIB via Zoom meeting .

LEMBAGA MITRA:

Kegiatan ini merupakan inisiatif kolaborasi melalui Perkumpulan Peneliti Eutenika yang bermitra dengan beberapa lembaga, antara lain: Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI); Jaringan Advokasi Tambang (JATAM); Sajogyo Institute; Pusat Studi Kebumian dan Kebencanaan, Universitas Brawijaya; Kelompok Riset Lingkungan dan Bencana Sosial, FISIP, Universitas Brawijaya; dan, Magister Manajemen Bencana, Universitas Pembangunan Negeri “Veteran”, Yogyakarta.


WEBINAR SERIES #5

Bencana Industrial dan Keadilan Sosial-Ekologis

Bencana adalah hal yang kompleks. Bencana industrial lebih kompleks lagi. Banyak dari kita memahami bencana dari perspektif konstruksi sosial. Pemahaman semacam ini melihat bencana dalam bingkai-bingkai pengetahuan intersubjektif yang tiada henti dipertukarkan, disepakati, dan dipertarungkan oleh para aktor yang terlibat dan yang dilibatkan. “Bencana” eksis sebagai pengetahuan yang dipikirkan para aktor. Akibatnya, persepsi atas derajat kebencanaan dapat dimodifikasi mengikuti rezim pengetahuan/kekuasaan yang mendominasi.

Kasus lumpur Lapindo adalah sebuah kejadian bencana berkelanjutan yang belum cukup untuk mendapatkan perhatian khusus sebagai cerminan tentang bagaimana bencana industrial membawa dampak multidimensi pada kondisi sosial-ekologis. Pemerintah pusat menganggap persoalan yang diakibatkan semburan dan banjir lumpur Lapindo akan selesai begitu saja seiring dengan pelunasan pembayaran ganti-rugi. 

Keseriusan pemerintah pusat dalam menangani dampak multidimensi dari lumpur Lapindo dapat dilacak dari perubahan kelembagaan yang dilakukan, khususnya pembubaran Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) yang inter-departemental yang melaporkan langsung ke presiden dan menggantinya dengan Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo (PPLS) di bawah Dirjen Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. DAS Porong sendiri adalah kawasan yang unik. Kawasan ini diklaim sebagai “wilayah kerja” pemerintah pusat; sebuah klaim yang membuat pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten) kesulitan bila hendak terjun mengatasi pengubahan ekologis di kawasan tersebut. Pada kenyataannya, tata kelola dan tata ruang suatu kawasan sering mengabaikan kondisi dan dinamika komunitas lokal.

Kegiatan ini merupakan bagian dari agenda jangka panjang untuk menyusun dan mengelola “Depo Pustaka Digital untuk Bencana Industrial”. Webinar dan diskusi publik kali ini hendak mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan berikut, antara lain:

  • Apa yang disebut dengan “bencana industrial”? Apa yang membedakannya dengan pemahaman selama ini tentang “bencana” secara akademis, hukum, operator, dan sosial?
  • Melihat pola industri dan gerak industrialisasi yang sudah, sedang dan akan terjadi di Indonesia, apa saja karakter bagi bencana industrial?
  • Bagaimana peluang politik, hukum dan ekologi dari kemendesakan dan keberadaan bencana industrial di Indonesia?
  • Bagaimana meletakkan peran dan fungsi pemerintah (pusat dan daerah), komunitas lokal,  perguruan tinggi dan pelaku industri dalam proses manajemen bencana industrial?
  • Bagaimana mewujudkan keadilan sosial-ekologis pada kejadian bencana industrial? 

PEMRASARAN:

  • Abdul Muhari- Plt. Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana
  • Nur Hidayati – Eksekutif Nasional WALHI (lihat materi)
  • Eko Teguh Paripurno – Universitas Pembangunan Negeri “Veteran”, Yogyakarta (lihat materi)
  • Jonatan Lassa – Charles Darwin University, Australia (lihat materi)

PENANGGAP:

  • Hendro Sangkoyo – Sekolah Ekonomika Demokratik
  • Anton Novenanto – Universitas Brawijaya, Indonesia; Perkumpulan Peneliti Eutenika, Indonesia (lihat materi)

MODERATOR:

  • Siti Maimunah – Sajogyo Institute, Indonesia; Universitas Passau, Jerman

REKAMAN WEBINAR:

%d bloggers like this: